-->

Cermin(Cerita mini) Sedikit Waktu

SEDIKIT WAKTU 


'Apa yang lebih menyakitkan dari mencintai tapi tak memiliki?
Memiliki tapi semesta tak merestui.'

●️○️●️○️●️○️●️○️●️○️

Kenapa aku tak bisa bersamanya layaknya manusia lainnya? Kenapa aku tak bisa menggandeng tangannya di depan khalayak ramai? Kenapa perasaanku jatuh padanya setelah orang lain membuatnya jatuh cinta terlebih dulu?.

Aku orang itu, yang menjadi kedua setelah orang lain, aku tau dimana letak salahku, tapi apa ada yang bisa salahkan perasaan? Aku tak bisa menolak, atau lebih tepatnya tak mau.
___

Tak perlu khalayak ramai untuk mengasingkanku, dua orang di sebrang sana sudah mampu membuatku terkucil, mungkin sampai tak terlihat. Kalau saja aku bisa, aku juga ingin menunjukan pada milyaran manusia bahwa aku juga miliknya, milik seorang Alfa. Tapi tidak, ada dia yang posisinya lebih tinggi dariku, yang bisa kapan saja bergelayut manja di lengan Alfa, yang bisa memamerkan tautan tangan mereka pada setiap netra.

Mataku tak pernah berhenti memanas setiap kali menatap mereka yang terlihat nyaman satu sama lainnya. Yang bisa ku lakukan hanya tersenyum dengan tatapan 'aku baik-baik saja' saat pandanganku tak sengaja bertemu dengan Alfa, meski aku tau, Alfa mengerti bahwa aku tak sedang baik.
Bukan jarang aku bertanya pada diriku sendiri tentang kapan ini berakhir.
Kapan aku bisa pulang bersama Alfa tepat saat bel pulang berbunyi tanpa harus menunggunya mengantar Radin lebih dulu?.
Memang tak setiap hari, hanya saat ku rasa aku ingin berdua saja dengan Alfa layaknya pasangan lainnya, dan saat itu, sedetikpun rasanya sangat berharga bagiku.
***

"Fa, apaan sih liatin gue kayak gitu?" Aku tergelak melihat Alfa yang menatapku dengan mengulum senyum sejak beberapa waktu lalu.

"Pengen aja." Alfa malah semakin tersenyum lebar hingga menampakkan lesung pipit di pipi kirinya.

"Udaaah, ih, nyetir yang bener, ntar nabrak," ucapku sambil mendorong pelan pipinya agar melihat jalanan di depannya.

"Kenapa, Violet?" Dia kembali tersenyum manis, jenis senyum yang membuatku tergelak, aku bisa saja meleleh hanya dengan melihat senyumnya.
"Emang salah kalo gue liatin pacar gue sendiri? Hmm?"

Aku hanya terkekeh sebelum tersenyum getir mengingat sesuatu.
"Pacar, ya?" tanyaku, malah lebih mengarah ke pernyataan.

Alfa tampak ikut kikuk, menggaruk belakang lehernya yang ku pastikan tidak gatal sama sekali.

"Kapan ya, Fa, kita bisa kayak pasangan lainnya, gak sembunyi-sembunyi kayak gini." Hanya dengan perkataan yang keluar dari mulutku sendiri mataku memburam Karena air mata.

Alfa mengelus pelan puncak kepalaku.
"Bakal ada saatnya, Vee. Yang bisa gue lakuin saat ini cuma bertahan, gue gak pernah nunggu perpisahan." Aku hanya mengangguk. Aku tak pernah tau sampai kapan kata bertahan itu akan berlalu, begitu juga Alfa.

"Hmm, Vee... gue..." ucap Alfa ragu membuatku penasaran.

"Gue?"

"Hmm, gue... abis kelulusan bakal ke luar negeri sama... Radin. Ortu kita yang setujuin."

Harusnya berita seperti ini sudah menjadi biasa untukku, harusnya aku sudah siap mendengar yang seperti ini. Aku tersenyum masih menatap Alfa sementara Alfa masih melihatku dengan tatapan bersalah. Harusnya dia tak perlu merasa bersalah, aku yang bersalah, kenapa aku harus merasa hancur hanya karena ini.

Hanya hening yang tercipta selepas percakapan tadi, aku tak betah. Aku seperti ingin protes tapi tak bisa. Aku ingin menangis tapi tak berhak.

"Fa.." ucapku akhirnya. Alfa kemudian mengalihkan pandang padaku.

"Gue turun sini aja ya." Aku menggigit bibir bawahku, berusaha agar tangisku tak pecah disini.

"Vee, enggak, gue anterin lo sampe rumah, ok?"

"Alfa, please." Alfa menghembuskan nafas kasar sebelum akhirnya menuruti keinginanku.

Aku benar-benar tak kuat, air mataku lolos begitu saja. Aku berjalan secepat yang ku bisa, tapi sebuah tangan menahanku, menarikku, membenamkan wajahku pada dada bidangnya, membuatku semakin terisak tanpa bisa ku tahan.

"Vee, asal lo tau, berat buat gue ninggalin lo, tapi gue gak bisa lawan." Alfa menjeda kata-katanya.
"Tapi lo harus percaya, gue gak pernah benar-benar ninggalin lo."

Aku tak bisa melihat raut Alfa saat ini, tapi aku merasa dia sedikit terisak.
"Karena lo tau, Vee? Dalam sebuah lagu yang gue suka, lo bagian terfavorit bagi gue, lo melodi yang selalu pengen gue denger, lo lirik penguat gue."

"Jadi gue mau lo percaya, lo inti dari semua apa yang gue suka. Gue mau lo percaya itu, Violet."

Aku ingin percaya, aku harus percaya, tapi pada kenyataannya aku hanya bagian kedua yang tak sengaja kau temukan. Aku hanya pemilik sedikit waktu memilikimu, sedang pada waktu besar ada dia yang bisa memiliki semua darimu. Sedang aku disini hanya sebagai penunggu sesuatu yang tak benar-benar milikku.
Bagaimana caraku percaya? Bagaimana caraku yakin?. Jika saja bisa kembali, mungkin aku lebih memilih tak jatuh cinta sebegini besarnya, agar tak terluka sebegini dalamnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel